|
25 Mar 2006 Not interesting, please don't read!95185 Bukan cerita menarik, jangan baca! Sebuah cerita tentang rasa pesimis dan optimis Aku adalah seorang murid di NTU, sebuah universitas di Singapura dengan ranking 48 sedunia. Sedikit cerita tentang aku, aku hanyalah seorang murid biasa dari SMA yang sangat tidak terkenal di dunia tapi surga kenangan bagiku. Waktu kelas 2 SMA, aku mendengar nama NTU dari seorang kakak kelas. Sejak itu, nama NTU selalu ada di otakku setiap hari. Aku ingin dan ingin kuliah di NTU. Ingin dan ingin tanpa berpikir apapun tentang hal yang akan kualami di NTU... A story about feeling pessimisticly and optimisticly I am a student at NTU, a university in Singapore whose world rank is 48. A short story about me: I am just an ordinary student from a high school that is not famous in the world at all (but it was a heaven of memories for me). When I was in the 11th grade, I heard the name "NTU" from a senior. Since then, the name "NTU" was always in my head everyday. I wanted and wanted to study in NTU. I wanted and wanted, without thinking about anything that could happen in NTU... Sebelum mulai bercerita, perlu kuberitahu, jenis artikel apakah ini. Ini artikel sampah yang perlu dibaca di waktu sangat senggang dan isinya lebih mengarah ke blog, blog dari seorang murid yang nilai pun tidak bagus dan tidak ada keistimewaan apa-apa dalam dirinya. Tapi kalau kamu berminat membaca, maka bacalah. Before I begin this story, I need to let you know, what kind of article this is. This is a trash article that need to be read when you are very free and the contents are leaning towards a blog, a blog of a student whose marks are not good and no special features can be found in him. But if you are interested to read this, read it. Bisa dibilang, aku adalah murid terpopuler di SMA aku. Kalo kamu datang ke SMA aku dan menanyakan namaku, maka semua guru akan mengenal nama itu dan mereka akan bilang bahwa aku adalah murid yang "hebat". Selalu ranking paralel dan juara umum. I can say that, I was the most popular student in my high school. If you came to my high school and asked for my name, all of the teachers would know the name and they would say that I was a "superb" student. I always got the top marks overally. Kemudian, aku datang ke NTU. Terkejut? Jelas, karena ternyata aku bukan apa-apa di sini. Tidak ada lagi sebutan "hebat", "pintar", atau apalah. Semua berjalan secara datar, tidak ada pujian namun tidak ada celaan pula. Aku kecewa karena pada akhirnya, aku menyadari bahwa aku bukan apa-apa di tempat ini. Semua temanku adalah murid luar biasa, juara olimpiade nasional, dan bahkan jenius dalam arti sesungguhnya. Sementara, aku (yang dulu adalah murid "hebat" di SMA) hanyalah sebuah nama biasa yang dikenal orang dengan lalu lalang saja. Tidak hanya itu, rasa jauh dari orang tua juga membuat diriku semakin tertekan. Sungguh konyol, setelah hidup 17 tahun bersama orang tua dan tidak pernah berpisah, sekarang aku harus hidup sendiri dan memulai segalanya dari nol. Aku hanya bisa bertemu orang tua dua kali dalam setahun. Teman-teman juga tidak ada yang kenal dekat. Aku hanya mengenal mereka yang berasal dari kota ku. Itupun sebatas kenal dan belum begitu akrab. And then, I came to NTU. Surprised? Of course, because I was just nothing here. I was not called "superb" anymore, "clever", or anything else. All went flat, there was no praise but also no insult. I was dissapointed because in the end, I realized that I was nothing in this place. All of my friends are extraordinary students, national olympiad champions, and even genious in the real meaning. While, I (who used to be a "great" student in my high school) am only a regular name that is known by people like a blowing wind. Not only that, the feeling of being far from parents also make me even depressed. It's really ridiculous, after living 17 years with parents and has never been separated, now I have to live alone, start everything from zero. I can only meet my parents twice a year. My friends are also not close to me. I only know those who are originated from my city. That's even only limited to "know" and not being a close friend. Akibat rasa pesimis (karena banyak teman yang lebih hebat dari aku) dan rasa kangen dengan orang tua, nilai semester pertama ku sangat tidak memuaskan. Sungguh sedih dan kecewa. Mungkin kalau ada mesin waktu, aku ingin kembali lagi dan memperbaiki kesalahan itu. Tapi tunggu dulu! Kalau memang ada mesin waktu, benarkah diriku akan merasa lebih baik jika aku berhasil mengubah kesalahan masa lalu ku? Sebelum menjawabnya, aku ingin bertanya, pernahkan kalian menonton film "13 going on 30"? Ada sebuah percakapan menarik antar tokoh dalam film yang mengisahkan seorang remaja umur 13 tahun yang tiba2 berubah menjadi wanita dewasa umur 30 tahun ini:
Because of my pessimistic feeling (as many of my friends who are better than me) and missing my parents, my grades in the first semester was very unsatisfying. So sad and disappointed. Maybe if there were a time machine, I really wanted to go back and fix that mistake. But wait a minute! If there were time machine, would I feel better if I successfully changed my past mistakes? Before I answer it, I want to ask, have you watched "13 going on 30" movie? There was an interesting conversation among the casts in the movie that told a story of a 13-year-old teenager who was suddenly changed to a 30-year-old woman.
Mungkin film ini tidaklah fantastis bagi kebanyakan orang. Tapi bagiku, film ini memberi satu inspirasi tersendiri. Tentunya, kamu juga mesti tahu bahwa setelah menonton film ini, bukan berarti kepercayaan diriku kembali begitu saja. Aku tetap pesimis waktu itu, meski aku tahu bahwa rasa pesimis mesti dicoret dalam kamus hidupku. Tapi memang itulah kenyataannya, ketika sebuah sifat telah begitu melekat dalam dirimu, sangat susah untuk melepaskannya dalam sekejap. Maybe this movie is not fantastic for most of the people. But for me, it gave me one particular inspiration. Of course, you must have known that after watching this movie, it doesn't mean that my confidence come back immediately. I was still pessimistic at that time, even though I know that pessimistic should have been erased from my dictionary. But it was the reality, when an attitude has been glued very much in you, it's very difficult to remove it in an instant. Maka perjalanan diriku untuk meraih rasa optimis (kembali seperti saat-saat SMA), dimulai. Meski aku tidak menyadarinya secara langsung, tapi ada dorongan dalam hati, untuk mencari sesuatu yang benar. Therefore, the journey to reach optimistic (back to high school days) begins. Although I didn't realized it instantly, but there was a motivation in my heart, to find the truth. Selang beberapa waktu dari saat aku menonton film tersebut diatas, aku bertemu seorang kakak kelas, sebutlah "ABC", dalam satu kesempatan. Suatu ketika, aku ngobrol dengannya tentang apa yang kualami. Maka kami pun terlibat dalam satu pembicaraan. Aku tidak bisa mengingat setiap detil kata dalam pembicaraan itu, tapi ada makna2 yang aku tangkap dan terus aku simpan sampai sekarang. Kira-kira, dia berkata begini: After some time after watching that movie, I met a senior, let's say "ABC", unintentionally. One day, I talked with him/her about what I had been going through. Then we were involved in a conversation. I didn't remember every detail of the conversation, but there were some meanings that I caught and kept it until now. More or less, he told me this: Aku juga sama seperti kamu ketika aku masih di tahun pertama. Aku tidak pernah menang dalam perlombaan apapun, tidak pernah ikut olimpiade nasional, dan bukan seorang juara di SMA. Sementara di sekelilingku, banyak teman2 luar biasa, jenius dalam arti sesungguhnya. Aku juga kangen sekali dengan orang tua. Bahkan aku sampai menangis selama beberapa minggu pertamaku di sini. Lalu orang tua memarahiku, mereka bilang kalau aku sungguh lemah sekali. "Sudah jauh-jauh datang untuk belajar, tetapi malah menangis dan merasa rendah diri." Mereka meyakinkan aku bahwa mereka baik-baik saja di kampung halaman. Tidak ada yang perlu dikuatirkan tentang mereka. "Fokuslah untuk meraih mimpi-mimpi mu.", kata mereka. I was just like you when I was in my freshman. I never won any competition, never participated in national olympiad, and wasn't a Senior High School champion. While around me, a lot of extraordinary friends, genious in the real meaning, study together with me. I also missed my parents. I even cried in the first few weeks here. Then my parents became angry at me, they said that I was so weak. "You have been gone so far to study, but now you are crying and feel so stupid." They convinced me that they were okay in the hometown. There was nothing to worry about them. "Focus to reach your dreams.", they said. Aku pikir masalah ini juga sama dengan kamu. Kenapa kamu mesti pesimis ketika melihat teman2 yang sering juara olimpiade nasional? Tidakkah kamu berpikir kalau seandainya kamu diberi kesempatan yang sama untuk ikut olimpiade, untuk belajar intensif dengan seorang guru yang berdedikasi, maka kamu pun akan sama seperti mereka? Kalau ternyata mereka memang lebih jenius dari kamu, lalu kenapa? Adakah masalah dengan itu? Apakah itu berarti, kamu itu gagal? I thought the problem is also the same as you. Why you should be pessimistic when you see friends who are national olympiad champions? Didn't you think that if you were given the same chance to participate in olympiad, to study with a dedicated teacher, then you would have been the same as them? If they were more genious then you, so what? Is there any problem with that? Does that mean that you are failed? Tidak hanya itu, kamu juga sudah jauh-jauh datang untuk belajar. Sungguh tidak perlu bagimu, memikirkan orang tua di rumah. Kangen memang boleh. Tapi cobalah kamu pikirkan, kalau seandainya kamu bisa mendapat gelar sarjana dengan kelas yang memuaskan dan menghasilkan banyak uang, maka orang tua akan sangat bangga padamu. Buatlah mereka bangga, belajarlah dengan baik. Kalau kamu sudah belajar dengan baik tapi tetap gagal, maka belajarlah lagi. Kalau gagal lagi, maka belajarlah lagi. Jangan berhenti. Not only that, you have come so far to study. It's really unneccessary for you to think about your parents at home. Missing parents is okay. But try to think, if you got a great bachelor degree and make a lot of money, your parents would be very proud of you. Make them proud, study well. If you have studied well but still failed, then study again. If still fails, study again. Never stop. Heh, benar juga. Memang benar, tapi sungguh susah untuk menghilangkan rasa pesimis ini. Meski sudah mendapat begitu banyak nasehat, tetap ada rasa pesimis. Rasa ini tidak mau hilang. Melekat begitu kuat. Lalu apa yang mesti kulakukan? Sementara kuis-kuis minggu pertama di semester ini akan segera dimulai. Dan belum muncul rasa percaya diri dalam diriku, kalau aku mampu mengerjakan itu semua. Lalu kuputuskan untuk belajar sebisa mungkin. Namun sering kali di tengah2 waktu belajar, rasa pesimis datang dan aku pun meletakkan buku. Kuputuskan untuk menonton film saja. Kali ini, ada satu lagi kata-kata menarik yang berhubungan dengan masalah yang kualami sekarang. Aku menonton film barat yang cukup baru. Tidak perlu kukisahkan bagaimana cerita film ini, tapi cobalah untuk melihat arti dari kata-kata dibawah ini yang sengaja tidak kuartikan dalam bahasa Indonesia: Heh, it sounds true. It IS true indeed, but it's very difficult to throw away this pessimistic feeling. Even though I have received so many advices, there is still pessimistic feeling. This feeling never goes. They stick inside so well. Then, what should I do? While the first few quizzes in this semester will begin. And there's no confidence in me yet, that I could do it all. Then I decided to study what I can. But, most of the time, while I study, pessimistic come and I put the book. And I decided to watch a movie. This time, there's one more interesting words that is related to what I'm experiencing now. I watched a western movie that is quite new now. There is no need to tell you how was the story, but try to look at the words below: NEVER LET THE FEAR OF STRIKING OUT,
KEEP YOU FROM PLAYING THE GAME Dalam konteks baseball, striking out berarti pemukul bola gagal memukul bola (yang dilempar pitcher) sebanyak 3 kali. Pemukul bola akan dianggap tidak becus dan dia pastilah akan menanggung malu. Namun coba bayangkan jika semua pemukul bola memiliki rasa pesimis yang demikian. Mereka semua akan takut menanggung malu, takut kalau seandainya striking out terjadi pada diri mereka. Pemukul bola yang demikian akan segera berhenti berlatih baseball dan memilih kegiatan lainnya. Dari sini, cerita permainan baseballnya akan berhenti. In the baseball context, striking out means that the batter failed to hit the ball (which is thrown by the pitcher) for 3 times. The batter will be considered as not capable and he will keep the shame. Then, try to imagine if all batters have such a pessimistic feeling. Then all of them will scared of shame, afraid if a striking out happens to them. The batter will stop to play baseball and chose other activity. From here, their baseball story will end. Oke, sekarang sudah ada satu lagi hal yang memotivasi diriku untuk menjadi optimis. Berhasilkah? Tidak. Aku bukan tipe orang yang mudah berubah sifat. Tetap saja, aku seorang pesimis. Tapi apa mau dikata, kuis dan tes sudah di depan mata. Maka aku pun belajar. Kita lihat apa yang akan terjadi. Dan yang terjadi selanjutnya ternyata adalah sebuah keajaiban. Ada sebuah kuis, sebut saja "DEF", yang berhasil kulalui dengan baik. Dari skala 1 sampai 10, aku adalah 9. Luar biasa, aku tidak pernah terbayang kalau aku bisa mengerjakan DEF, karena ada teman-teman yang juara olimpiade namun mereka malah tidak bisa mengerjakan DEF. Kejadian nyata ini menaruh dampak besar dalam diriku. Perkataan dari film maupun nasehat dari teman tidak cukup kuat untuk mengubah sifat pesimisku. Kini perbedaan sudah terjadi, mulai tumbuh tunas optimis dalam diriku. Aku merasa lega karena pada akhirnya, aku mengetahui kalau aku bisa melakukan apa yang ada di luar perkiraanku. Okay, Now there's one last thing that motivated me to be optimistic. Does it work? No. I'm not a type of person who can easily change my personality. Still, I'm a pessimistic. What can I say, quizzes, tests are in front of my eyes. So I study. Let's see what will happen. And what will happen, wow it is a miracle. There was a quiz, let say "DEF", which I went through well. From scale 1 to 10, I'm in 9. Incredible, I never imagine that I was able to do DEF, because some of my friends who were olympiad champions weren't able to do DEF. This true story has placed a big impact in myself until now. Quotes from movies and even advice from friends were not strong enough to change my pessimistic feeling. However, now a little difference has happened. I feel relieved that in the end, I know that I can do what I never thought I could do. bersambung ... to be continued ...
Written by: rhs |