|
3 Nov 2011 Unbiased Review by a Guy living in a Boarding House173116 Ulasan Tanpa-Berpihak oleh Seorang Anak Kos Penulis adalah seorang anak kos yang gemar menikmati sebotol teh (teh botol sosro) dengan sepotong soes (kue soes merdeka) di tengah panas terik Kota Jakarta sambil mengekspresikan kebebasan berpendapat seorang pemuda lajang melalui artikel ini. 2. Lagu: Sherina - Sing Your Voice 5. Film Layar Lebar: Real Steel 1. Kehidupan Sosial: Pola Konsumsi berbasiskan Program Loyalitas Konsumen
Kangen minum Bubble Tea?
Quicky masih bertahan dengan kualitas pearl
yang lebih baik dibandingkan sebelum di-re-branding. Walaupun pesaing
lama sudah banyak yang berguguran, tapi pesaing baru masuk. Seperti
Quicky, ChaTime juga berasal dari Taiwan. Perbedaan keduanya
adalah eksklusifitas karena gerainya masih belum mudah ditemukan (tapi
masih mungkin untuk ditemukan) dan rasanya yang tidak semanis Quickly
(tanpa tidak disadari banyak orang berkomentar kalau Quicky itu terlalu
manis, walaupun tanpa pesan "ekstra gula"). Persamaan keduanya adalah
program loyalitas konsumen berupa kartu yang akan
dicap menggunakan cap khusus (bukan cap asal-asalan) pada setiap
pembelian satu gelas. Setelah cap dianggap cukup banyak, satu gelas
akan diberikan secara cuma-cuma (gratis satu gelas
untuk setiap pembelian sepuluh gelas). Cara untuk mempersingkat waktu
untuk mendapatkan minuman gratis itu adalah dengan mengajak teman-teman
untuk membeli bersama-sama. Minum barengan memang lebih nikmat, tapi
secara
tidak langsung setiap kali seseorang yang mengajak teman-temannya untuk
ikut
membeli, dia juga melakukan usaha promosi produk itu tanpa diminta
(atau dengan bahasa keren disebut word-of-mouth).
Pengaruh dari seseorang yang dipercaya oleh teman-temannya akan
mempermudah proses pengambilan keputusan teman-temannya tersebut yang
kemudian akan berpengaruh pada penjualan produk Bubble Tea itu.
Karaoke bersama teman-teman sesekali tentu menyenangkan, lebih menyenangkan lagi kalau setelah karaoke kita diberi voucher gratis karaoke selama satu jam. Hal itu menjadi sedikit menyebalkan kalau karaoke harus dilalukan Karena Vouchernya Akan Expired karena dengan demikian kebebasan untuk memilih waktu karaoke dibatasi oleh tenggat waktu voucher (yang tak lain adalah salah satu bentuk lain dari program loyalitas konsumen juga). Penggunaan voucher itu seperti memberi keuntungan pada kita, tapi itu juga memberi keuntungan pada pengusaha tempat karaoke karena dengan demikian secara berkala (sejauh tenggat voucher itu), orang-orang akan datang dan membayar biaya karaoke di tempat karaokenya. Beginilah gaya hidup perkotaan yang dipenuhi dengan gaya hidup
memanfaatkan program loyalitas konsumen. 2. Lagu: Sherina -
Sing Your Voice (1) Sherina, salah seorang artis yang aku kagumi. Dia bisa menulis lagu, dia bisa menyanyikannya, dia bisa mengekspresikan apa yang ada di pikirannya dan orang lain pun bisa menikmatinya. Pada 1 - 4 September 2011, Sherina menjadi duta dari Indonesia dalam konferensi One Young World di Zurich (Swiss). Konferensi tersebut mengumpulkan 1200+ perwakilan berusia 25 tahun ke bawah dari 170+ negara di dunia. Konferensi ini merupakan kesempatan bagi kaum muda dari seluruh dunia untuk tampil dan mengemukakan apa yang akan mempengaruhi mereka di masa mendatang (David Jones, salah satu pencetus konferensi ini). Indonesia diwakili oleh 7 delegasi dari universitas yang berbeda. Mereka mengemukakan isu-isu kritis seperti kesehatan, kebebasan, dan kesetaraan untuk mengakses informasi. Sherina menyanyikan lagu yang ditulis secara khusus oleh dia sendiri
untuk konferensi ini berjudul "Sing Your Voice" pada akhir konferensi. Aku (dan juga kamu atau kita) adalah bagian dari masyarakat dunia yang kebetulan adalah warga negara dari negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Aku tau, bedasarkan pelajaran di SD, bahwa aku punya Hak untuk Berbicara dan Berpendapat (termasuk saat ini), dan aku tau bahwa kamu juga. Jadi, jangan diam saja dan mulailah lakukan sesuatu untuk kita dan negeri kita tercinta ini (agak mulai ngelantur sehubungan dengan hari makin malam ketika aku menulis ini, tapi masih bisa jalan lurus #ke_ranjang). Seperti anak kos lain, aku bukan penduduk asli Kota Jakarta. Pada Sabtu sore itu aku akan mudik ke rumah orang tua-ku di Bandung melalui travel Priangan. Sambil menunggu kendaraan siap, aku berjalan-jalan di dalam Supermarket terdekat sambil memikirkan shampoo di kamar mandi yang sudah hampir habis. Sampai saat ini aku selalu membeli shampoo berdasarkan keperluan, iklan TV, dan pengalaman. Walaupun begitu, aku sadari satu hal, keunggulan yang ditawarkan masing-masing shampoo secara umum sama, tapi harganya tidak sama. Shampoo itu sama-sama:
Kalau aku sedikit melupakan iklan TV, maka aku tidak akan mempertimbangkan bahwa Clear itu tersedia untuk pria juga, Sunsilk itu dapat membuat rambut berwarna hitam pekat, Dove itu dapat membuat bulu tidak menempel pada rambut (seusai perang bantal), Lifebuoy itu untuk membersihkan kuman-kuman kecil mungil yang ga kelihatan dari rambut, dan lain-lain. Lalu Shampo apa yang paling populer di antara para pembeli shampoo di Indonesia? Pantene Pantene adalah pilihan 23.4% (2) dari seluruh pembeli shampoo di Indonesia (atau dengan bahasa keren seringkali disebut "market leader"). Sedangkan pilihan orang bijak tentu saja pilihan yang ga ada di dalam tabel di atas (bukan karena di supermarket ga ada, tapi karena aku lupa): Natur Natur adalah shampoo buatan dalam negeri yang memang dirancang khusus untuk orang yang tinggal di Indonesia dari bahan-bahan alami berkualitas yang juga ada di Indonesia (bukan di luar negeri). Kualitasnya sudah terbukti dengan tanpa kenal lelah shampoo ini menghiasi rak-rak di berbagai supermarket di Indonesia. Cucilah rambut dengan bersih dan gunakan shampoo yang sesuai dengan kita (dan kantong kita). Cara paling mudah untuk cuci baju adalah dengan panggil tukang cuci kiloan – berikan pakaian kotor – panggil tukang cucinya lagi – bayar. Walaupun begitu masalah muncul ketika setelah semua baju yang sudah dilipat rapi oleh tukang cuci kiloan aku buat berantakan karena kesalahanku, seperti tarik baju dengan tidak mempedulikan baju-baju lain yang membuat baju-baju berjatuhan dan berantakan. Itu baru contoh pertama (dan juga terakhir). Ketika teman (atau teman tapi mesra alias TTM) mau berkunjung dan baju-baju tersebut perlu dirapikan, bagaimana cara melipat rapi dengan cepat? Simak caranya berikut ini (videonya saja hanya 38 detik): 5. Film Layar
Lebar: Real Steel (4, 5, 6, 7, 8, 9, 10) Aku membeli majalah film layar lebar dari toko terdekat. Aku pernah membeli majalah itu secara rutin sekitar lebih dari 5 tahun lalu dan sekarang majalah itu berukuran lebih luas, lebih tebal, dan lebih mahal. Poster Spiderman yang lagi melongo menghiasi halaman depan majalah dan memikat aku untuk menariknya keluar dari rak. Tak lama kemudian aku menarik benda lain yang tak lain dan tak bukan adalah satu lembar uang berwarna biru (seperti warna kostum spiderman) dan menukarkannya dengan majalah itu. Begitu sampai di rumah, dengan penuh antusiasme, aku merobek plastik pembungkus dengan tanpa sabar dan berkesan brutal, lalu membolak-balik halaman dari awal sampai aku menemukan sang spiderman. Kesan pertama yang aku dapat adalah k-e-c-e-w-a. Isi majalah itu tidak seperti yang aku harapkan. Pembahasan tentang Spiderman hanya secara garis besar dalam 5 halaman dihiasi dengan gambar-gambar yang menyita tempat dan tidak cukup "dewasa" (mengingat itu adalah majalah untuk orang dewasa). Hal ini mendorong keinginanku untuk menulis review film layar lebar. Aku akan mulai dari sini, dengan sederhana. Mohon bantu untuk memberi masukan. Selamat menikmati sajian review film layar lebar pertama kami dengan pilihan film yang akan rilis di Amerika Utara Oktober ini: "Real Steel". Klik untuk membuka gambar yang besaar. Sumber:
Written by: adhi
|